Kamis, 04 Maret 2010

Administrasi Pembangunan

Administrasi Pembangunan

Administrasi pembangunan berkembang karena adanya kebutuhan di negara – negara yang sedang membangun untuk mengembangkan lembaga –lembaga dan pranata – pranata social, politik, dan ekonominya, agar pembangunan dapat berhasil. Oleh karena itu, pada dasarnya administrasi pembangunan adalah bidang studi yang mempelajari system administrasi negara di negara yang sedang membangun serta upaya untuk meningkatkan kemampuannya. Dari sudut praktik, administrasi pembangunan merangkum dua kegiatan besar dalam satu pengertian, yakni administrasi dan pembangunan. Oleh karena itu, untuk memahami administrasi pembangunan perlu dipelajari hakikat administrasi, yaitu administrasi negara atau administrasi publik, dan hakikat pembangunan. Dengan demikian kajian mengenai konsep administrasi pembangunan harus dimulai dengan teori – teori dalam ilmu administrasi, yaitu mengenai administrasi negara dan berbagai konsep pembangunan.

Untuk itu, yang pertama kaan dilakukan dalam buku ini adalah mengupas berbagai konsep pembangunan, yang mencerminkan pergeseran paradigma pembangunan menuju ke arah makin terpusatnya pembangunan pada aspek – aspek manusia dan nilai – nilai kemanusiaan. Perkembangan paradigma dalam pemikiran – pemikiran mengenai pembangunan itu, ternyata selain menunjukkan konvergensi dengan pemikiran yang berkembang dalam ilmu administrasi, juga makin mengarah pada manusia dan nilai – nilai kemanusiaan serta konsep – konsep pemerataan dan keadilan social. Administrasi pembangunan dengan demikian memiliki nilai – nilai yang dikandung dalam administrasdan pembangunan dengan paradigma yang sejalan, di mana peranan etika menjadi makin tampil sebagai aspek yang penting dalam kebijaksanaan – kebijaksanaan pembangunan yang menjadi ruang lingkup tanggung jawab administrasi pembangunan. Dalam telaah administrasi pembangunan dibedakan adanya dua pengertian, yaitu administrasi bagi pembangunan dan pembangunan administrasi itu sendiri. Untuk membahas administrasi bagi pembangunan, dalam konteks ini digunakan pendekatan manajemen. Karena itu, pada dasarnya dapat dikatakan bahwa masalah administrasi bagi pembangunan adalah masalah manajemen pembangunan. Sedangkan untuk menerangkan pembangunan administrasi akan digunakan pendekatan organisasi. Manajemen pembangunan adalah manajemen publik dengan cirri – cirri yang khas, seperti juga administrasi publik (negara) dengan kekhasan tertentu. Studi mengenai manajemen telah banyak mengalami perkembangan, namun teori pokoknya tidak berubah. Sekurang – kurangnya ada tiga kegiatan besar yang dilakukan oleh amanjemen, yakni perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Kendati demikian, pengkajian mengenai fungsi – fungsi manajemen dapat dikembangkan secara bervariasi sesuai kebutuhan. Untuk analisis manajemen pembangunan dikenal beberapa fungsi yang cukup nyata (distinct), yakni : perencanaan, pengerahan (mobilisasi) sumber daya, pengerahan pembangunan yang ditangani langsung oleh pemerintah, koordinasi, pemantauan dan evaluasi dan pengawasan. Pendekatan terhadap fungsi – fungsi tersebut dilengkapi dengan peran informasi yang amat penting sebagai instrumen atau perangkat bagi manajemen. Pendekatan terhadap kajian pembangunan atau pembaharuan administrasi dapat dilakukan dari sisi administrasi sebagai organisasi pemerintahan. Fokus dari system administrasi negara sebagai unit analisis cenderung terkonsentrasi kepada birokrasi, baik sebagai institusi nasional maupun dalam hubungan dengan lingkungannya.

Birokrasi yang dimaksud disini adalah tingkatan nasional dari administrasi, yang memperlihatkan ciri ciri umum (overall) yang mempengaruhi pelayanan publik serta pengelolaan pembangunan social ekonomi di negara berkembang. Studi awal mengenai analisis administrasi dalam perkembangannya, kira – kira counterpart teori Rostow di bidang ekonomi, diberikan oleh Riggs (1964). Ia menggambarkan taraf – taraf perkembangan administrasi mulai dari tingkat terbelakang sampai yang paling maju, dengan teori yang dikenal sebagai the theory of prismatic society.

Dalam kerangka pembaharuan administrasi sebagai lanjutan dari pembangunan administrasi, yang pertama perlu menjadi perhatian adalah perubahan sikap birokrasi yang cukup mendasar sifatnya. Di dalamnya terkandung berbagai unsure. Pertama, birokrasi harus dapat membangun partisipasi rakyat. Kedua, birokrasi hendaknya tidak cenderung berorientasi kepada yang kuat, tetapi harus lebih kepada yang lemah dan yang kurang berdaya. Ketiga, peran birokrasi harus bergeser dari mengendalikan menjadi mengarahkan, dan dari memberi
menjadi memberdayakan. Keempat, mengembangkan keterbukaan dan kebertanggungjawaban. Pembaharuan memerlukan semangat yang tidak mudah patah. Semangat dan tekad diperlukan untuk mengatasi inersia birokrasi dan tantangan yang datang dari kalangan mereka yang akan dirugikan karena perubahan. Oleh karena itu, pembaharuan harus dilakukan secara sistematis dan terarah, didukung oleh political will yang kuat, konsisten, dan konsekuen. Tidak selalu harus segera menghasilkan perubahan besr, tetapi dapat secara bertahap, namun konsisten.


Ada berbagai pengertian mengenai administrasi. Yang paling mendasar adalah pengertian dari Waldo, yang menyatakan bahwa administrasi negara adalah species dari genus administrasi, dan administrasi itu sendiri berada dalam keluarga kegiatan kerjasama antarmanusia. Waldo (1992) menyatakan yang membedakan administrasi dengan kegiatan kerjasama antarmanusia lainnya adalah derajat rasionalitasnya yang tinggi. Derajat rasionalitas yang tinggi ini ditunjukkan oleh tujuan yang ingin dicapai serta cara untuk mencapainya. Administrasi negara berkenaan dengan administrasi dalam lingkup negara, sering kali pula diartikan sebagai pemerintah. Seperti halnya dalam genusnya, administrasi, adanya tujuan yang ingin dicapai merupakan konsep yang mendasar pula dalam administrasi negara.

Dalam kata pembangunan, hal yang sangat pokok yaitu adanya hakikat membangun, yang beralawanan dengan merusak. Oleh karena itu, perubahan ke arah keadaan yang lebih baik seperti yang diinginkan dan dengan upaya yang terencana, harus dilakukan melalui jalan yang tidak merusak, tetapi justru mengoptimalkan sumber daya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada. Pembangunan menjadi bahan kajian berbagai disiplin ilmu, terutama setelah Perang Dunia Kedua (PDII), denagn lahirnya banyak negara baru yang semula merupakan wilayah jajahan. Pembangunan telah menjadi bahan studi ilmu ekonomi, politik, sosial, dan administrasi, dan telah berkembang pula sebagai studi multidisiplin dengan pendekatan dari berbagai cabang ilmu pengetahuan. Pembangunan sering dikaitkan dengan modernisasi dan industrialisasi. Seperti dikatakan Gouled (1977), ketiga-tiganya menyangkut proses perubahan. Pembangunan adalah salah satu bentuk perubahan sosial, modernisasi adalah suatu bentuk khusus (special case) dari pembangunan, dan industrialisasi adalah salah satu segi (a single facet) dari pembangunan. Dari pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa pembangunan lebih luas sifatnya dari pada modernisasi, dan modernisasi lebih luas dari pada industrialisasi.








Di antara pengkajian yang termasuk paling awal dan banyak menjadi rujukan para pakar administrasi pembangunan selanjutnya adalah konsep dari Riggs. Menurut Riggs (1966), pembaharuan administrasi merupakan suatu pola yang menunjukkan peningkatan efektivitas pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Wallis (1989) mengartikan pembaharuan administrasi sebagai induced, permanent improvement in administration. Esman (1995) dalam sebuah analisis yang lebih mutakhir mengenai keadaan administrasi di negara berkembang menunjukkan, bahwa upaya memperbaiki kinerja birokrasi negara haruslah meliputi ketanggapan (responsiveness) terhadap pengawasan politik, efisiensi dalam penggunaan sumber daya, dan efektivitas dalam pemberian pelayanan. Dalam hal ini Rodinelli (1993) mengusulkan suatu pendekatan yang disebut adaptive administration. Ia menekankan pentingnya fleksibilitas dan inovasi dalam administrasi pembangunan, sebab kebijaksanaan – kebijaksanaan pembangunan sangat kompleks dan penuh ketidakpastian. Sementara itu, menjelang dasawarsa 90-an, system komunisme yang menerapkan dominasi negara secara sangat ekstrim, runtuh. Pengalaman empiris negara – negara industri baru juga menunjukkan bahwa strategi melepaskan dominasi negara atas ekonomi dan mengiktui prinsip – prinsip apsar dengan ekspor sebagai pacuan telah
membuahkan hasil seperti tercermin dalam tingkat pertumbuhan dan taraf kesejahteraan yang meningkat dengan pesat. Oleh karena itu, berkembang arus deetatisme, yang dikenal dengan sebutan – sebutan deregulasi dan debirokratisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar